Rabu, 19 Maret 2014

Pragmatisme (Filsafat Umum)




A.    Pengertian  Pragmatisme
                                    Tema Pragmatisme berasal dari kata Pragma(bahasa yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah suatu sikap, metode dan filsafat yang memahami akibat praktis dari pikiran dan kepercayaan sebagai ukuran untuk menetapkan nilai dan kebenaran.[1]
                                    Kata prakmatisme sering sekali diucapkan banyak orang. Orang-orang menyebutkan kata itu dalam pengetian praktis. Jika orang berkata, rancangan ini kurang paktis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh dari pengertian prakmatisme yang sebenarnya, tetapi belum menggambarkan keseluruan pengertian prakmatisme. Tetapi pada dasarnya pragmatisme adalah “member manfaat bagi hidup yang praktis”.[2]
Secara sederhana dapat dikatakan prakmatisme adalah aliran filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Oleh karena itu kebenaran sifatnya menjadi relatif dan tidak mutlak, tidak ada kebenaran umum. Mungkin suatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan atau manfaat bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna atau bermanfaat bagi masyarakat yang lain. Maka konsep ini dikatakan benar bagi masyarakt yang kedua.[3]
B. Tokoh-tokoh filsafat pragmatisme
       1. Wiliam James (1842-1910)
James lahir di New York tahun 1842 dan wafat tahun 1910. Anak Henry James, Sr. Ayahnya adalah seorang yang terkenal, yang berkebudayaan tinggi, pemikir yang kreatif. Henry James, Sr. merupakan kepala rumah tangga yang memang menekankan kemajuan intelektual. Selain kaya, Keluarganya juga menerapkan humanisme dalam mengembangkan. Ayah james mengembangkannya dengan mempelajari manusia dan agama. Pokoknya, kehidupan james penuh dengan masa belajar yang diberengi dengan usaha kreatif untuk menjawab berbgai masalah yang berkenaan dengan  kehidupan.
Pendidikan formalnya yang mula-mula tidak teratur. Dia mendapat tutor berkebangsaan Inggris, Prancis, Swiss, Jerman, dan Amerika. Akhirnya Dia memasuki Harvard Medical School  pada tahun 1864 dia memperoleh  Ph.D-nya pada tahun 1869. Akan tetapi, dia kurang tertarik pada praktik pengobatan.[4] Kemudian  Beliau mengikuti studi di akademi seni dan kemudian pindah ke Falkutas Kedokteran di Harvard University. Usai kuliah James menjadi dosen kedokteran, psikologi dan filsafat. Selain dosen di Amerika James juga dosen di Inggris.
Pemikiran termuat dalam tiga karya pentingnya, yaitu The Will to Believe and other Essay in popular Philosophy (Keinginan untuk Percaya dan karangan-karangan Lain tentang Filsafat Populer), terbit tahun 1897: The Verietes of religiousExperince, A study in Human Nature (Jenis-jenis Pengalaman Religius, studi tentang Kodrat Manusia), terbit tahun 1902 dan Pragmatism (Pragmatisme), terbit tahun 1907.[5]
Pandangan filsafat didalam bukunya The Meaning of Truth, Arti  kebenaran, james mengemukakan bahwa tiadak ada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri yang terlepas dari akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap  benar dalam pengembangan itu senantiasa berubah, karena di dalam prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu tidak ada kebenaran mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran (artinya),  yaitu apa yang benar  dalam pengalaman–pengalaman  khusus yang setiap kali dapat di ubah oleh pengalaman berikutnya.
James selanjutnya mengatakan nilai konsep atau pertimbangan kita bergantung kepada akibatnya, kepada kerjanya. Artinya bergantung kepada keberhasilan perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu. Pertimbangan itu benar bila bermanfaat bagi pelakunya, memperkaya hidup dan kemungkinan-kemungkinannya. [6]
Sebagai pendiri pragmatism, pemikiran terpentinganya ialah mengenai makna pragmatisme. Pragmatisme merupakan filsafat khas Amerika karena aliran ini muncul darikehidupan dan pengalaman Amerika dan juga merupakan filsafat ala Amerika yang berciri pragmatis. Orang Amerika tidak puas dengan filsafat teoritis yang bertanya “apa itu”, tetepi memasuki filsafat praktis yang bertanya “apa gunanya”. Sistematisasi dari jenis kedua pertanyaan inilah yang melahirkan filsafat prakmatisme.Namun paham yang sejalan telah muncul di Yunani dalam bentuk aliran Utilitarianisme, yaitu paham bahwa ukuran baik buruk ditentukan oleh ada tidaknya manfaat dari perbuatan tersebut.
Dengan demikian, ukuran segala sesuatu ialah manfaat yang praktis. Pandangan ini mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk agama dan moral. Dalam kaitan dengan agama, James tidak bertanya “kebenaran agama” yang dia Tanyakan ”apakah hasilnya agama menjadi pedoman hidup saya”. Jadi, manusia bebas memilih diantara percaya  dan tidak percaya, sesuai dengan pertimbangan fragmatisnya begitu juga dalam bidang moral, ukuran baik buruk ditentukan oleh adakah manfaat dari suatu perbuatan; jika ada dipandang baik  dan jika tidak pandang buruk.[7]

1.         John Dewey  (1859-1952)
Dewey merupakan filsuf prakmatis yang cukup siknifikan. Beliau lahir di burtngton, verlon tahun 1859 dan wafat tahun 1952. Setelah menamatkan doktor di The John Hopkin University of Michigan, University of Minnesota. University of Chicago dan Columbia University.
          Sekalipun Dewey bekerja terlepas dari wiliam james, namun menghasilkan pemikiran yang menampakkan persamaan dengan gagasan james. Dewey adalah seorang yang prakmatis. Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta linkungannya  atau mengatur kehidupan manusia serta  aktifitasnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi.[8]
Sebagai pengikut filsafat pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filssafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran–pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya. Oleh karena itu filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara kritis.[9]
          Menurut Dewey tidak ada sesuatu yang tetap. Manusia senantiasa bergerak dan berubah. Jika mengalami kesulitan, segera berpikir untuk mengatasi kesulitan itu. Maka dari itu berpikir tidak lain dari pada alat untuk bertindak. Kebenaran dari pengertian dapat ditinjau dari berhasil tidaknya mempengaruhi kenyataan.[10] Ungkapan singkat ini mengisyaratkan betapa pola pikir Dewey demikian prakmatis, sehingga memandang bahwa seluruh sistemik kehidupan haruslah membawa konsekuensi frakmatis bagi kehidupan manusia. [11]
C.Sifat-sifat pragmatism
Pragmatisme mempunyai dua sifat, yaitu merupakan kritik terhadap pendekatan ideologis dan prinsip pemecahan masalah. Sebagi kritik terhadap pendekatan ideologis, pragmatisme mempertahankan relevansi sebuah ideologi bagi pemecahan, misalnya fungsi pendidikan. Pragmatisme mengkritik segala macam teori tentang cita-cita, filsafat, rumusan-rumusan abstrak yang sama sekali tidak memiliki konsekuansi praktis. Bagi kaum pragmatis, yang penting bukan keindahan suatu konsepsi melainkan hubungan nyata pada pendekatan masalah yang dihadapi masyarakat. Sebagai prinsip pemecahan masalah, pragmatisme mengatakan bahwa suatu gagasan atau strategi terbukti benar apabila berhasil memecahkan masalah yang ada, mengubah situasi yang penuh keraguan dan keresahan sedemikian rupa, sehingga keraguan dan keresahan tersebut hilang.
Dalam kedua sifat tersebut terkandung segi negatif pragmatisme dan segi-segi positifnya. Pragmatisme, misalnya, mengabaikan peranan diskusi. Justru di sini muncul masalah, karena pragmatisme membuang diskusi tentang dasar pertanggungjawaban yang diambil sebagai pemecahan atas masalah tertentu. Sedangkan segi positifnya tampak pada penolakan kaum pragmatis terhadap perselisihan teoritis,serta pembahasan nilai-nilai yang berkepanjangan sesegera mungkin mengambil tindakan langsung.[12]


[1]NasutionBaktiHasan. FilsafatUmum(Jakarta: Gaya Media Pratama,2001),hal.194
[2]A. FuadIhsan. FilsafatIlmu (Jakarta: PT Rineka Cipta,2010,hal.171
[3]Waris,FilsafatUmum (Ponorogo:STAIN Po Pres,2009), hal.56
[4] A. FuadIhsan. FilsafatIlmu (Jakarta: PT Rineka Cipta,2010, hal.172
[5]NasutionBaktiHasan. FilsafatUmum(Jakarta: Gaya Media Pratama,2001),hal.195
[6]Waris,FilsafatUmum (Ponorogo:STAIN Po Pres,2009), hal.56
[7]NasutionBaktiHasan. FilsafatUmum(Jakarta: Gaya Media Pratama,2001),hal.196
[8]Nasution, hal.196
[9]Waris,FilsafatUmum (Ponorogo:STAIN Po Pres,2009), hal.57
[10]A. FuadIhsan. FilsafatIlmu (Jakarta: PT Rineka Cipta,2010, hal.175
[11]NasutionBaktiHasan. FilsafatUmum(Jakarta: Gaya Media Pratama,2001),hal.197
[12]http://www.psychologymania.com/2010/03/william-james-tokoh-pragmatisme.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar