Sabtu, 09 Januari 2016

[BIMBINGAN DAN PENYULUHAN] KESEHATAN MENTAL



BAB  I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam al-Khawathir, Syekh Muhammad Mutawalli al-Sya’rawi mengatakan, “Pikiran adalah alat ukur yang digunakan manusia untuk memilih sesuatu yang dinilai lebih baik dan lebih menjamin masa depan diri dan keluarganya.” Dengan berpikir, kata James Allan, seseorang bisa menentukan pilihannya. Dalam Psikologi-Sosial, ilmuan mendefinisikan “berfikir” sebagai bagian terpenting yang membedakan manusia dari binatang, tumbuhan dan benda mati. Dengan berpikir, manusia bisa membedakan yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat; antara yang halal dan haram; antara yang positif dan yang negatif. Dengan begitu, ia bisa memilih yang cocok bagi dirinya dan bertanggung jawab atas pilihannya.  Perasaan dan perbuatan pasti dimulai dari pikiran. Pikiranlah yang menjadi pendorong setiap perbuatan dan dampaknya. Pikiranlah yang menentukan kondisi jiwa, tubuh, kepribadian, dan rasa percaya diri. [1]
Seseorang dapat dikatakan sehat tidak cukup hanya dilihat dari segi fisik, psikologis, dan sosial saja, tetapi juga perlu dilihat dari segi spiritual atau agama. Jadi seseorang yang sehat mentalnya tidak cukup hanya terbatas pada pengertian terhindarnya dia dari gangguan dan penyakit jiwa baik neurosis maupun psikosis, melainkan patut pula dilihat sejauh mana seseorang itu mampu menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri dan lingkungannya, mampu mengharmoniskan fungsi-fungsi jiwanya, sanggup mengatasi problema hidup termasuk kegelisahan dan konflik batin yang ada, serta sanggup mengaktualisasikan potensi dirinya untuk mencapai kebahagiaan.
Faktor lingkungan, waktu dan keadaan dimana individu tinggal sangat memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap pembentukan mental yang sehat. Keluarga tidak hanya diartikan sebagai ikatan darah saja, lebih dari itu fungsi keluarga salah satunya adalah menanamkan akhlak yang baik bagi anggota keluarganya. Selanjutnya, pada abad ini dunia semakin dimanjakan oleh kemudahan-kemudahan yang tidak terbatas dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini sedikit banyak juga berdampak bagi kesehatan mental seseorang.[2]   

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian kesehatan mental?
2.      Bagaimana pengaruh kehidupan modern terhadap kesehatan mental?
3.      Bagaimana peranan keluarga dalam memupuk kesehatan mental?













BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kesehatan Mental
Menurut Ali Mudhofir dalam kamus istilah filsafat dan ilmu, mental berarti jiwa, diri, identitas pribadi, roh atau substansi kerohanian.[3] Menurut Kartini Kartono, tema sentral kesehatan mental adalah bagaimana caranya orang memecahkan segenap keruwetan batin manusia yang ditimbulkan oleh macam-macam kesulitan hidup, serta berusaha mendapatkan kebersihan jiwa; dalam pengertian tidak terganggu oleh macam-macam ketegangan, ketakutan dan konflik terbuka, serta konflik batin.
Dalam perjalanan sejarahnya, pengertian kesehatan mental mengalami perkembangan sebagai berikut: [4]
1.      Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gangguan dan penyakit jiwa (neurosis dan psikosis). Pengertian ini terlihat sempit, karena yang dimaksud dengan orang yang sehat mentalnya adalah mereka yang tidak terganggu dan berpenyakit jiwanya. Namun demikian, pengertian ini banyak mendapat sambutan dari kalangan psikiatri.
2.      Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan dimana ia hidup. Pengertian ini lebih luas dan umum, karena telah dihubungkan dengan kehidupan sosial secara menyeluruh. Dengan kemampuan penyesuaian diri, diharapkan akan menimbulkan ketentraman dan kebahagiaan hidup.
3.      Terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa serta mempunyai kesanggupan untuk mengatasi  problem yang biasa terjadi, serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik).
4.      Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan potensi, bakat dan pembawaan semaksimal mungkin, sehingga membawa kebahagiaan diri dan orang lain, terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa.
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa, maupun menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah-masalah dan kegoncangan-kegoncangan yang bias, adanya keserasian fungsi jiwa, dan merasa bahwa dirinya berharga, berguna, dan berbahagia serta dapat menggunakan potensi-potensi yang ada semaksimal mungkin.
Kesehatan mental merupakan kondisi kejiwaan manusia yang harmonis. Seseorang memiliki jiwa yang sehat apabila perasaan, pikiran, maupun fisiknya juga sehat. Jiwa (mental) yang sehat keselarasan kondisi fisik dan psikis seseorang akan terjaga. Ia tidak akan mengalami kegoncangan, kekacauan jiwa (stres), frustasi, atau penyakit-penyakit kejiwaan lainnya. Dengan kata lain orang yang memiliki kesehatan mental juga memiliki kecerdasan baik secara intelektual, emosional, maupun spiritualnya.

B.     Kehidupan Modern dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan Mental
Kartini Kartono menyebutkan sedikitnya ada empat hal yang menjadi topik penting ketika membahas pengaruh kehidupan modern terhadap kesehatan mental, antara lain:
1.      Cultural Lag
Cultural Lag adalah suatu kondisi dimana terjadi kesenjangan antara berbagai bagian dalam suatu kebudayaan. Misalnya perkembangan pesat di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tidak diimbangi peningkatan iman dan taqwa pada masyarakat sehingga dapat menimbulkan dampak negatif bagi peradaban manusia.
Perkembangan teknologi komunikasi, misalnya internet, bila tanpa diimbangi kematangan moral setiap individu, akan menimbulkan masalah sosial dalam masyarakat. Segala macam ragam informasi via internet, jika tidak disaring dalam diri indivdu, akan jadi bumerang bagi individu itu sendiri, masyarakat, dan bangsa.
2.      Sekulerisasi kebudayaan materil
Dalam kondisi sosial masyarakat modern pasti timbul banyak konflik, masalah sosial yang gawat, perkelahian dan peperangan, yang pastinya semua ini akan menimbulkan rasa takut, stress, cemas, tidak aman, panik, dan teror di tempat masyakat. Sehingga hal ini dapat menyebabkan hidup seseorang tidak lagi terasa aman, dan orang banyak dihantui kekecewaan, ketakutan dan kecemasan, yang menjadi timbulnya macam-macam penyakit mental, dengan kata lain hidup sehari-hari menjadi tidak hygenis secara mental.
3.      Erosi pola hidup manusia
Kemajuan di bidang transportasi dan komunikasi, juga proses urbanisasi mengakibatkan banyak perubahan drastis pada pola kehidupan manusia yang penting, misalnya pada struktur sosial, norma, kontrol sosial, sikap, gaya hidup dan lain-lain. Sifat, kebiasaan, karakter dan kepribadian manusia saat ini banyak dipengaruhi atau dibentuk oleh lingkungan sosialnya.
4.      Disorganisasi personal
Floran Zaineiky mengatakan sebagaimana yang dikutip Kartini Kartono dalam bukunya, bahwa yang dimaksud dengan disorganisasi sosial adalah berkurangnya tata nilai dan aturan-aturan tingkah laku sosial terhadap anggota kelompok. Sebagai contoh apabila struktur keluarga sudah lagi tidak memiliki kewibawaan dan kekuasaan untuk mengatur anggota keluarganya, bila adat istiadat lokal tidak berkuasa lagi mengatur tingkah laku penduduknya atau norma-norma sosial tidak mampu lagi membimbing perilaku warga masyarakatnya karena sudah tidak efektif, sedangkan di pihak lain belum ada penggantinya yang baru dan kompeten untuk menata kehidupan sosial, maka masyarakatnya pasti mengalami disorganisasi. Kemudian penduduknya banyak yang mengalami proses disorganisasi personal dan menjadi sakit secara mental.
C.    Peranan Keluarga dalam Memupuk Kesehatan Mental
Keluarga adalah salah satu faktor yang dapat menentukan kondisi sosial paling utama. Keluarga merupakan unit terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak, juga memberikan pengaruh dan pembentukan kepribadian dan watak anak. Pembentukan kepribadian ini terpengaruh dari pengkondisian kebiasaan orang tua dalam kehidupan sehari-hari. [5] Misalnya, di masyarakat orang tua mengalami tantangan yang cukup membahayakan terhadap eksistensi usahanya, hal ini membuat orang tua stress. Kondisi seperti ini dibawa kerumah sehingga menimbulkan perilaku yang negatif, cepat marah, kurang bersemangat mendidik anak, acuh tak acuh, dan mungkin menimbulkan pertengkaran (orang tua). Yang mana hal ini dapat menimbulkan ketidak sehatan mental pada keluarga.[6]
Begitu penting peranan kelurga dalam membentuk mental seseorang, yang mana kondisi kejiwaan orang tua akan mudah sekali menular kepada anak-anaknya. Hal ini akan berdampak negatif terhadap mental anak, sehingga perlu bagi keluarga untuk mengkondisikan keluarganya, agar semua anggota keluarga merasa nyaman dan harmonis.
Beberapa kondisi keluarga yang dapat membentuk perkembangan jiwa yang sehat pada anak, antara lain:[7]
1.      Keluarga bisa menentukan anak untuk bergtanggung jawab dan belajar menemukan jalan hidupnya sendiri dalam berfikir dan memecahkan masalah di tengah keluarga sampai pada permasalahan pada masyarakat.
2.      Orang tua bisa bersikap toleran terhadap implus (keinginan) dan emosi anak- anaknya serta memberikan bimbingan penyalurannya dengan sehat.
3.      Adanya identifikasi anak yang sehat terhadap orang tua, guna memperkuat kepribadian anak.
4.      Orang tua mampu membimbing anak menentukan sikap sendiri. Membuat rencana hidup yang realitas dan memilih tujuan final hidup, sehingga anak mampu berdiri diatas kaki sendiri dan mampu membangun diri sendiri.
5.      Orang tua memberikan contoh sikap hidup dan perilaku yang baik. Berani menghadapi kesulitan dan tantangan dengan tekad yang besar.

D.    Bimbingan untuk Mencapai Kesehatan Mental
1.      Berusaha memahami pribadi individu
Setiap individu itu merupakan satu unitas multipleks (totalitas kepribadian yang rumin dan kompleks) dengan cirri-ciri yang khas. Masing-masing mempunyai cara dan respons yang khusus dalam menanggapi kesulitan hidupnya. Oleh karena itu, selidikilah pribadi itu, apakah ia normal, atau seorang yang lemah ingatan, atau seorang yang aneh.
2.      Mencari sebab-sebab timbulnya frustasi
Janganlah kita menganggap suatu hambatan sebagai suatu kegagalan, jika memang telah berusaha semaksimal mungkin. Sebab kita hanya bisa bertanggung jawab atas hasil atau prestasinya. Kesulitan atau kegagalan sebaiknya dijadikan sebagai tantangan yang harus diatasi untuk mendapatkan suatu hasil yang lebih baik, dan sebisa mungkin menyingkirkan sebab-sebab yang dapat menimbulkan frustasi.
3.      Membuat rencana kerja untuk mendapatkan pengalaman positif
Hendaknya dikurangi persaingan-persaingan yang sifatnya perorangan. Sebagai gantinya mari kita menyibukkan diri secara positif dengan kerjasama yang bisa menumbuhkan persaingan yang sehat, menumbuhkan rasa solidaritas, sosialitas dan rasa kegotong royongan. Oleh karena itu orang tua, guru-guru dan pembimbing harus mampu menjadi contoh yang baik bagi siapapun juga.
4.      Memberi cinta kasih dan simpati secukupnya
Penyelidikan dan eksperimen-eksperimen menunjukkan, bahwa anak-anak yang sejak masa bayinya memperoleh pemeliharaan berdasarkan cinta-kasih dan kemesraan, akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih stabil daripada anak-anak yang tidak pernah mendapatkan cinta-kasih.
5.      Menggunakan mekanisme penyelesaian yang positif
Jika seseorang mengalami kekalutan mental, usahakanlah agar dapat menyelesaikan konflik-konflik batinnya dengan menggunakan mekanisme pemecahan yang positif, yaitu dengan: bekerja lebih giat, berusaha lebih tekun, dan mau bersikap “rela legawa narima” (rela, lega dan ikhlas).
6.      Menanamkan nilai-nilai spiritual dan keagamaan
Nilai-nilai spiritual dan renungan-renungan tentang hakekat Illahi (hidup beragama) dapat memberikan kekuatan dan stabilitas bagi kehidupan manusia. pada hakekatnya nilai-nilai religius, spiritual yang tersembunyi di belakang nilai-nilai materiil dan bersifat indrawi itu, mengandung unsur kebenaran dan selalu akan memberikan kebahagiaan sejati kepada segenap umat islam.[8]
















BAB III
KESIMPULAN
1.      Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang  terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa, maupun menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah-masalah dan kegoncangan-kegoncangan yang bias, adanya keserasian fungsi jiwa, dan merasa bahwa dirinya berharga, berguna, dan berbahagia serta dapat menggunakan potensi-potensi yang ada semaksimal mungkin.
2.      Di era modern ini, perkembangan iptek semakin berkembang dengan pesat. Hal ini dapat memberi dampak positif dan dampak negatif  bagi kehidupan umat manusia. perkembangan iptek menjanjikan berbagai kemudahan dan kemajuan bagi mereka yang berhasil memenuhi segala tuntutan modernisasi. Namun disisi lain, hal ini akan menyebabkan disintegrasi kepribadian/individu dan disintegrasi lembaga-lembaga sosial.
3.      Keluarga memiliki peranan penting dalam membentuk mental seseorang, yang mana kondisi kejiwaan orang tua akan mudah sekali menular kepada anak-anaknya. Hal ini akan berdampak negatif terhadap mental anak, sehingga perlu bagi keluarga untuk mengkondisikan keluarganya, agar semua anggota keluarga merasa nyaman dan harmonis.








DAFTAR PUSTAKA
Elfiky, Ibrahim. Terapi Berpikir Positif. Jakarta: Zaman, 2009.
Mudhofir, Ali. Kamus Istilah Filsafat Dan Ilmu. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2001.
Rohmah, Umi. Pengantar Bimbingan Dan Konseling. Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2011.
Willis, Sofyan S. Konseling Keluarga. Bandung: Alfabeta, 2013.






[1] Ibrahim Elfiky, Terapi Berpikir Positif (Jakarta: Penerbit Zaman, 2009), 3-4.
[2] Umi Rohmah, Pengantar Bimbingan Dan Konseling (Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2011), 156.
[3] Ali Mudhofir, Kamus Istilah Filsafat Dan Ilmu (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2001), 240.
[4] Umi Rohmah, Pengantar Bimbingan Dan Konseling,157-158.
[5] Umi Rohmah, Pengantar Bimbingan Dan Konseling,165.
[6] Sofyan S.Willis, Konseling Keluarga (Bandung: Alfabeta, 2013), 65.
[7] Umi Rohmah, Pengantar Bimbingan Dan Konseling,168.
[8] Umi Rohmah, Pengantar Bimbingan Dan Konseling, 169-172.

1 komentar:

  1. Mirisnya isu kesehatan mental masih melekat stigma negatif bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, jadi bagi yang mengalami penyakit mental merasa minder saat mau menggunakan layanan kesehatan mental. Tapi katanya dengan membaca artikel psikoedukasi secara intensif mampu menurunkan stigma sosial dan pribadi yang disematkan pada pengguna layanan kesehatan mental secara signifikan. Ini penelitiannya.

    BalasHapus