BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam al-Khawathir, Syekh
Muhammad Mutawalli al-Sya’rawi mengatakan, “Pikiran adalah alat ukur yang
digunakan manusia untuk memilih sesuatu yang dinilai lebih baik dan lebih
menjamin masa depan diri dan keluarganya.” Dengan berpikir, kata James Allan,
seseorang bisa menentukan pilihannya. Dalam Psikologi-Sosial, ilmuan
mendefinisikan “berfikir” sebagai bagian terpenting yang membedakan manusia
dari binatang, tumbuhan dan benda mati. Dengan berpikir, manusia bisa membedakan
yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat; antara yang halal dan haram; antara
yang positif dan yang negatif. Dengan begitu, ia bisa memilih yang cocok bagi
dirinya dan bertanggung jawab atas pilihannya. Perasaan dan perbuatan pasti dimulai dari pikiran.
Pikiranlah yang menjadi pendorong setiap perbuatan dan dampaknya. Pikiranlah
yang menentukan kondisi jiwa, tubuh, kepribadian, dan rasa percaya diri. [1]
Seseorang dapat dikatakan sehat
tidak cukup hanya dilihat dari segi fisik, psikologis, dan sosial saja, tetapi
juga perlu dilihat dari segi spiritual atau agama. Jadi seseorang yang sehat
mentalnya tidak cukup hanya terbatas pada pengertian terhindarnya dia dari
gangguan dan penyakit jiwa baik neurosis maupun psikosis, melainkan patut pula
dilihat sejauh mana seseorang itu mampu menyesuaikan diri dengan dirinya
sendiri dan lingkungannya, mampu mengharmoniskan fungsi-fungsi jiwanya, sanggup
mengatasi problema hidup termasuk kegelisahan dan konflik batin yang ada, serta
sanggup mengaktualisasikan potensi dirinya untuk mencapai kebahagiaan.
Faktor lingkungan, waktu dan keadaan
dimana individu tinggal sangat memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap
pembentukan mental yang sehat. Keluarga tidak hanya diartikan sebagai ikatan
darah saja, lebih dari itu fungsi keluarga salah satunya adalah menanamkan
akhlak yang baik bagi anggota keluarganya. Selanjutnya, pada abad ini dunia
semakin dimanjakan oleh kemudahan-kemudahan yang tidak terbatas dengan adanya
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini sedikit banyak juga berdampak
bagi kesehatan mental seseorang.[2]
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
kesehatan mental?
2.
Bagaimana
pengaruh kehidupan modern terhadap kesehatan mental?
3.
Bagaimana
peranan keluarga dalam memupuk kesehatan mental?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kesehatan Mental
Menurut
Ali Mudhofir dalam kamus istilah filsafat dan ilmu, mental berarti jiwa, diri,
identitas pribadi, roh atau substansi kerohanian.[3]
Menurut Kartini Kartono, tema sentral kesehatan mental adalah bagaimana caranya
orang memecahkan segenap keruwetan batin manusia yang ditimbulkan oleh
macam-macam kesulitan hidup, serta berusaha mendapatkan kebersihan jiwa; dalam
pengertian tidak terganggu oleh macam-macam ketegangan, ketakutan dan konflik
terbuka, serta konflik batin.
Dalam
perjalanan sejarahnya, pengertian kesehatan mental mengalami perkembangan
sebagai berikut: [4]
1.
Kesehatan
mental adalah terhindarnya seseorang dari gangguan dan penyakit jiwa (neurosis
dan psikosis). Pengertian ini terlihat sempit, karena yang dimaksud dengan
orang yang sehat mentalnya adalah mereka yang tidak terganggu dan berpenyakit
jiwanya. Namun demikian, pengertian ini banyak mendapat sambutan dari kalangan
psikiatri.
2.
Kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat
serta lingkungan dimana ia hidup. Pengertian ini lebih luas dan umum, karena
telah dihubungkan dengan kehidupan sosial secara menyeluruh. Dengan kemampuan
penyesuaian diri, diharapkan akan menimbulkan ketentraman dan kebahagiaan
hidup.
3.
Terwujudnya
keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa serta mempunyai
kesanggupan untuk mengatasi problem yang
biasa terjadi, serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin
(konflik).
4.
Pengetahuan dan
perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan potensi, bakat
dan pembawaan semaksimal mungkin, sehingga membawa kebahagiaan diri dan orang
lain, terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa.
Dari pengertian diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang terhindar dari
gangguan dan penyakit jiwa, maupun menyesuaikan diri, sanggup menghadapi
masalah-masalah dan kegoncangan-kegoncangan yang bias, adanya keserasian fungsi
jiwa, dan merasa bahwa dirinya berharga, berguna, dan berbahagia serta dapat
menggunakan potensi-potensi yang ada semaksimal mungkin.
Kesehatan mental merupakan kondisi
kejiwaan manusia yang harmonis. Seseorang memiliki jiwa yang sehat apabila
perasaan, pikiran, maupun fisiknya juga sehat. Jiwa (mental) yang sehat
keselarasan kondisi fisik dan psikis seseorang akan terjaga. Ia tidak akan
mengalami kegoncangan, kekacauan jiwa (stres), frustasi, atau penyakit-penyakit
kejiwaan lainnya. Dengan kata lain orang yang memiliki kesehatan mental juga
memiliki kecerdasan baik secara intelektual, emosional, maupun spiritualnya.
B.
Kehidupan
Modern dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan Mental
Kartini Kartono menyebutkan
sedikitnya ada empat hal yang menjadi topik penting ketika membahas pengaruh
kehidupan modern terhadap kesehatan mental, antara lain:
1. Cultural Lag
Cultural
Lag adalah suatu kondisi dimana terjadi kesenjangan antara berbagai bagian
dalam suatu kebudayaan. Misalnya perkembangan pesat di bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi tidak diimbangi peningkatan iman dan taqwa pada masyarakat
sehingga dapat menimbulkan dampak negatif bagi peradaban manusia.
Perkembangan
teknologi komunikasi, misalnya internet, bila tanpa diimbangi kematangan moral
setiap individu, akan menimbulkan masalah sosial dalam masyarakat. Segala macam
ragam informasi via internet, jika tidak disaring dalam diri indivdu, akan jadi
bumerang bagi individu itu sendiri, masyarakat, dan bangsa.
2.
Sekulerisasi
kebudayaan materil
Dalam
kondisi sosial masyarakat modern pasti timbul banyak konflik, masalah sosial
yang gawat, perkelahian dan peperangan, yang pastinya semua ini akan
menimbulkan rasa takut, stress, cemas, tidak aman, panik, dan teror di tempat
masyakat. Sehingga hal ini dapat menyebabkan hidup seseorang tidak lagi terasa
aman, dan orang banyak dihantui kekecewaan, ketakutan dan kecemasan, yang
menjadi timbulnya macam-macam penyakit mental, dengan kata lain hidup
sehari-hari menjadi tidak hygenis secara mental.
3.
Erosi pola
hidup manusia
Kemajuan
di bidang transportasi dan komunikasi, juga proses urbanisasi mengakibatkan
banyak perubahan drastis pada pola kehidupan manusia yang penting, misalnya
pada struktur sosial, norma, kontrol sosial, sikap, gaya hidup dan lain-lain.
Sifat, kebiasaan, karakter dan kepribadian manusia saat ini banyak dipengaruhi
atau dibentuk oleh lingkungan sosialnya.
4.
Disorganisasi
personal
Floran
Zaineiky mengatakan sebagaimana yang dikutip Kartini Kartono dalam bukunya,
bahwa yang dimaksud dengan disorganisasi sosial adalah berkurangnya tata nilai
dan aturan-aturan tingkah laku sosial terhadap anggota kelompok. Sebagai contoh
apabila struktur keluarga sudah lagi tidak memiliki kewibawaan dan kekuasaan
untuk mengatur anggota keluarganya, bila adat istiadat lokal tidak berkuasa
lagi mengatur tingkah laku penduduknya atau norma-norma sosial tidak mampu lagi
membimbing perilaku warga masyarakatnya karena sudah tidak efektif, sedangkan
di pihak lain belum ada penggantinya yang baru dan kompeten untuk menata
kehidupan sosial, maka masyarakatnya pasti mengalami disorganisasi. Kemudian
penduduknya banyak yang mengalami proses disorganisasi personal dan menjadi
sakit secara mental.
C.
Peranan
Keluarga dalam Memupuk Kesehatan Mental
Keluarga adalah salah satu faktor
yang dapat menentukan kondisi sosial paling utama. Keluarga merupakan unit
terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak, juga memberikan
pengaruh dan pembentukan kepribadian dan watak anak. Pembentukan kepribadian
ini terpengaruh dari pengkondisian kebiasaan orang tua dalam kehidupan
sehari-hari. [5]
Misalnya, di masyarakat orang tua mengalami tantangan yang cukup membahayakan
terhadap eksistensi usahanya, hal ini membuat orang tua stress. Kondisi seperti
ini dibawa kerumah sehingga menimbulkan perilaku yang negatif, cepat marah,
kurang bersemangat mendidik anak, acuh tak acuh, dan mungkin menimbulkan
pertengkaran (orang tua). Yang mana hal ini dapat menimbulkan ketidak sehatan
mental pada keluarga.[6]
Begitu penting peranan kelurga dalam
membentuk mental seseorang, yang mana kondisi kejiwaan orang tua akan mudah
sekali menular kepada anak-anaknya. Hal ini akan berdampak negatif terhadap
mental anak, sehingga perlu bagi keluarga untuk mengkondisikan keluarganya,
agar semua anggota keluarga merasa nyaman dan harmonis.
Beberapa kondisi keluarga yang dapat
membentuk perkembangan jiwa yang sehat pada anak, antara lain:[7]
1.
Keluarga bisa
menentukan anak untuk bergtanggung jawab dan belajar menemukan jalan hidupnya
sendiri dalam berfikir dan memecahkan masalah di tengah keluarga sampai pada
permasalahan pada masyarakat.
2.
Orang tua bisa
bersikap toleran terhadap implus (keinginan) dan emosi anak- anaknya serta
memberikan bimbingan penyalurannya dengan sehat.
3.
Adanya
identifikasi anak yang sehat terhadap orang tua, guna memperkuat kepribadian
anak.
4.
Orang tua mampu
membimbing anak menentukan sikap sendiri. Membuat rencana hidup yang realitas
dan memilih tujuan final hidup, sehingga anak mampu berdiri diatas kaki sendiri
dan mampu membangun diri sendiri.
5.
Orang tua
memberikan contoh sikap hidup dan perilaku yang baik. Berani menghadapi
kesulitan dan tantangan dengan tekad yang besar.
D.
Bimbingan untuk
Mencapai Kesehatan Mental
1.
Berusaha
memahami pribadi individu
Setiap
individu itu merupakan satu unitas multipleks (totalitas kepribadian
yang rumin dan kompleks) dengan cirri-ciri yang khas. Masing-masing mempunyai
cara dan respons yang khusus dalam menanggapi kesulitan hidupnya. Oleh karena
itu, selidikilah pribadi itu, apakah ia normal, atau seorang yang lemah
ingatan, atau seorang yang aneh.
2.
Mencari
sebab-sebab timbulnya frustasi
Janganlah
kita menganggap suatu hambatan sebagai suatu kegagalan, jika memang telah
berusaha semaksimal mungkin. Sebab kita hanya bisa bertanggung jawab atas hasil
atau prestasinya. Kesulitan atau kegagalan sebaiknya dijadikan sebagai
tantangan yang harus diatasi untuk mendapatkan suatu hasil yang lebih baik, dan
sebisa mungkin menyingkirkan sebab-sebab yang dapat menimbulkan frustasi.
3.
Membuat rencana
kerja untuk mendapatkan pengalaman positif
Hendaknya
dikurangi persaingan-persaingan yang sifatnya perorangan. Sebagai gantinya mari
kita menyibukkan diri secara positif dengan kerjasama yang bisa menumbuhkan
persaingan yang sehat, menumbuhkan rasa solidaritas, sosialitas dan rasa
kegotong royongan. Oleh karena itu orang tua, guru-guru dan pembimbing harus
mampu menjadi contoh yang baik bagi siapapun juga.
4.
Memberi cinta
kasih dan simpati secukupnya
Penyelidikan
dan eksperimen-eksperimen menunjukkan, bahwa anak-anak yang sejak masa bayinya
memperoleh pemeliharaan berdasarkan cinta-kasih dan kemesraan, akan tumbuh
menjadi pribadi yang lebih stabil daripada anak-anak yang tidak pernah
mendapatkan cinta-kasih.
5.
Menggunakan
mekanisme penyelesaian yang positif
Jika
seseorang mengalami kekalutan mental, usahakanlah agar dapat menyelesaikan
konflik-konflik batinnya dengan menggunakan mekanisme pemecahan yang positif,
yaitu dengan: bekerja lebih giat, berusaha lebih tekun, dan mau bersikap “rela
legawa narima” (rela, lega dan ikhlas).
6.
Menanamkan
nilai-nilai spiritual dan keagamaan
Nilai-nilai
spiritual dan renungan-renungan tentang hakekat Illahi (hidup beragama) dapat
memberikan kekuatan dan stabilitas bagi kehidupan manusia. pada hakekatnya nilai-nilai
religius, spiritual yang tersembunyi di belakang nilai-nilai materiil dan
bersifat indrawi itu, mengandung unsur kebenaran dan selalu akan memberikan
kebahagiaan sejati kepada segenap umat islam.[8]
BAB III
KESIMPULAN
1. Kesehatan mental
adalah keadaan dimana seseorang terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa,
maupun menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah-masalah dan
kegoncangan-kegoncangan yang bias, adanya keserasian fungsi jiwa, dan merasa
bahwa dirinya berharga, berguna, dan berbahagia serta dapat menggunakan
potensi-potensi yang ada semaksimal mungkin.
2.
Di era modern
ini, perkembangan iptek semakin berkembang dengan pesat. Hal ini dapat memberi
dampak positif dan dampak negatif bagi
kehidupan umat manusia. perkembangan iptek menjanjikan berbagai kemudahan dan
kemajuan bagi mereka yang berhasil memenuhi segala tuntutan modernisasi. Namun
disisi lain, hal ini akan menyebabkan disintegrasi kepribadian/individu dan
disintegrasi lembaga-lembaga sosial.
3.
Keluarga
memiliki peranan penting dalam membentuk mental seseorang, yang mana kondisi
kejiwaan orang tua akan mudah sekali menular kepada anak-anaknya. Hal ini akan
berdampak negatif terhadap mental anak, sehingga perlu bagi keluarga untuk
mengkondisikan keluarganya, agar semua anggota keluarga merasa nyaman dan
harmonis.
DAFTAR PUSTAKA
Elfiky, Ibrahim. Terapi Berpikir
Positif. Jakarta: Zaman, 2009.
Mudhofir,
Ali. Kamus Istilah Filsafat Dan Ilmu. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2001.
Rohmah,
Umi. Pengantar Bimbingan Dan Konseling. Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2011.
Willis, Sofyan S. Konseling
Keluarga. Bandung: Alfabeta, 2013.
[1] Ibrahim
Elfiky, Terapi Berpikir Positif (Jakarta: Penerbit Zaman, 2009), 3-4.
[2] Umi Rohmah, Pengantar
Bimbingan Dan Konseling (Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2011), 156.
[3] Ali Mudhofir, Kamus
Istilah Filsafat Dan Ilmu (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2001),
240.
[4] Umi Rohmah, Pengantar
Bimbingan Dan Konseling,157-158.
[5] Umi Rohmah, Pengantar
Bimbingan Dan Konseling,165.
[6] Sofyan
S.Willis, Konseling Keluarga (Bandung: Alfabeta, 2013), 65.
[7]
Umi Rohmah, Pengantar
Bimbingan Dan Konseling,168.
[8] Umi Rohmah, Pengantar
Bimbingan Dan Konseling, 169-172.
[BIMBINGAN DAN PENYULUHAN] KESEHATAN MENTAL
Reviewed by Pena Alfaqir
on
18.34
Rating:
Mirisnya isu kesehatan mental masih melekat stigma negatif bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, jadi bagi yang mengalami penyakit mental merasa minder saat mau menggunakan layanan kesehatan mental. Tapi katanya dengan membaca artikel psikoedukasi secara intensif mampu menurunkan stigma sosial dan pribadi yang disematkan pada pengguna layanan kesehatan mental secara signifikan. Ini penelitiannya.
BalasHapus